Selasa, 01 April 2014



APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM BIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN 

Dosen Mata Kuliah :
Rusdi Leidonald SP, M.Sc

Oleh :
ALEXSANDER SEMBIRING 
12030201025






SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014









KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan  Yang Maha Esa karena berkatna penulis dapat menyelesaikan makalah blog ini. Adapun judul dari makalah ini adalah "Aplikasi Sistem Informasi Geografis Perairan". Makalah ini berisi tentang manfaat Sistem Informasi Geografis terhadap perikanan dan kelautan. 
     Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasi kepada Bapak Rusdi Leidonald SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
     Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai refrensi dan pedoman bagi khalayak yang membutuhkan. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini  masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.        

                                                                                                                    Medan,    April 2014



                                                                                                                    Penulis




 PENDAHULUAN 


 Teknologi SIG ini dapat mengintegrasikan system operasi database seperti query dan analysis statistik dengan berbagai keuntungan analisis geografis yang ditawarkan dalam bentuk peta. Dengan kemampuan pada system informasi pemetaan (informasi spasial) yang membedakannya dengan system informasi lain seperti database, maka SIG banyak digunakan oleh masyarakat, pengusaha dan instansi untuk menjelaskan berbagai peristiwa, memprediksi hasil dan perencanaan strategis (Environmental systems Research Institute, ESRI).SIG memiliki kapabilitas menghubungkan berbagai lapisan data di suatu titik yang sama pada tempat tertentu, mengkombinasikan, menganilysis data tersebut dan memetakan hasilnya. Teknologi ini juga dapat mendeskripsikan karakteristik objek pada peta dan menentukan posisi koordinatnya, melakukan query dan analysis spasial serta mampu menyimpan, mengelola, mengupdate data secara terorganisir dan efisien.
       Secara prinsip tujuan pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu mempresentasikan : Input, Manipulasi, Pengelolaan, Query, Analysis, dan Visualisasi) Apa yang tersaji pada sebuah peta, tidak lain adalah data atau informasi tentang permukaan bumi. Namun demikian, suatu peta juga dapat menggambarkan distribusi sosial ekonomi suatu masyarakat, Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peta memuat atau mengandung data yang mengacu bumi. Yang diacu tidak lain adalah posisinya yaitu system koordinat bumi, baik yang menggunakan system bujur/lintang atau system UTM (Universal Tranver Mercator). Teknologi computer yang mampu menangani basis data dan menampilkan suatu gambar (grafik), merupakan salah satu alternative yang dipilih untuk menyajikan suatu peta. Sistem Informasi Geografi (SIG) tidak hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional kebentuk peta digital, sebab dengan kemampuannya memanipulasi data, computer dengan SIG dapat menghasilkan suatu informasi berharga yang lain yang diperoleh dari hasil analisis yang diprogramkan padanya.
      Mengapa menggunakan SIG, karena SIG merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahui lokasi-lokasi penangkapan ikan. Pertanyaan yang sering dilontarkan para nelayan adalah diamana lokasi penangkapan ikan yang baik, atau lokasi mana yang paling banyak ikannya, dan kapan bias ditangkap dalam jumlah yang berlimpah dan lain sebagainya ? Dengan mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar tentu saja akan menghemat biaya operasi penangkapan, waktu dan tenaga.
      Salah satu alternative yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (indraja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Faktor lingkungan tersebut antara lain dengan data suhu permukaan laut atau  Sea Surface Temperatuire (SST),  tingkat konsentrasi klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer. Analisis dengan SIG akan memberikan tampilan secara geografis kecenderungan sebaran dari faktor-faktor lingkungan yang disukai ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan. Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu (Sumber : Lokakarya Agenda Penelitian COREMAP II Kab Selayar, Dr Ir. Mukti Zainudin, M.Sc).
      Pada dasarnya setiap ikan mempunyai kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyamanan hidupnya. Ikan Tuna tergolong jenis scombrid yang sangat aktif dan umumnya menyebar di perairan yang oseanik sampai ke perairan dekat pantai, territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidrooseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dan jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara samodera Hindia dan samodera Pasifik. Kelompok ikan tuna merupakan jenis kelompok ikan palagis besar, yang secara komersial di bagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye – thunnus obesus), medidihang (yellowfin – Thunnus albacares), tuna albakora (albacore – thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southem blue-fin – thunnus maccoyii). Dan tuna abu-abu (longtail tuna – thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack – katsuwonus pelamis).(Sumber : Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna, DKP RI). Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti   adanya peristiwa upwelling, dinamika pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua masa air yang berbeda,  baik itu Salinitas, suhu, atau klorofil-a, Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan factor lingkungan disekelilingnya. Dari hasil  analisa ini akan diperoleh indicator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Contohnya ikan albacore tuna di laut utara pasifik cenderung terkonsentrasi  pada kisaran suhu 18,5 – 21,5 ºC, dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a 0,3 mg/m³ (polovia et al., 2001; Zainudin et al., 2004 dalam Zainudin, 2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (little/baby Tuna) lebih nyaman hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 ºC (Leavestu dan Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004).
      Keadaan-keadaan lingkungan yang merupakan syarat kenyamanan hidup bagi ikan-ikan tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan SIG. Data-data lingkungan tersebut dapat diperoleh dari data penginderaan jauh seperti SST/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penangkapan, batas pantai, pasang surut bisa diperoleh dari survey lapangan dan peta dasar wilayah.
       Selanjutnya output yang didapatkan dari indicator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indicator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada suatu parameter lingkungan saja, tetapi berbagai parameter yang saling berkaitan, dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberikan gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah system yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose) menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas (administrative) suatu wilayah atau Negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (sepatial distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya.




TINJAUAN PUSTAKA 


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
 Komponen SIG
 Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam lima komponen utama yaitu :
  1. Perangkat keras (Hardware)
  2. Perangkat Lunak (Software)
  3. Pemakai (User)
  4. Data
  5. Metode


 Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis data, yaitu:
  • Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
  • Data non-spasial, disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0. MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.

Kesempatan kali ini membahas Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan
Latar Belakang
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004, 2006). Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan :
  • Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
  • jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
  • Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
  • mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Manfaat :
Salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi di lingkungan :
  • suhu permukaan laut (SST),
  • tingkat konsentrasi klorofil-a,
  • perbedaan tinggi permukaan laut,
  • arah dan kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer.
Di bawah ini disajikan salah satu contoh aplikasi penggunaan SIG dan inderaja pada penangkapan ikan tuna di laut utara Pasific (Gambar 1).  Disini terlihat bahwa dua database (satelit dan perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah penangkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan; sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah yang subur seperti eddy dan upwelling ; dan parameter terakhir berhubungan dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.

Gambar 1 memberi informasi bahwa ikan tuna tertangkap dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 35oLU dan 160oBT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 20oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan tersebut berada pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang bertepatan dengan kondisi EKE yang relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal dengan istilah habitat hotspot) juga menkonfirmasi daerah produktif tersebut. Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan pendekatan SIG dan inderaja multi-layer tersebut.
Contoh lain aplikasi SIG di selatan pulau Hokkaido, Jepang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Peta ini menunjukkan berbagai informasi spasial yang bisa kita pahami tentang perikanan tangkap di sekitar pulau tersebut, khususnya perikanan cumi-cumi. Disni peta SIG menggambarkan dimana posisi pelabuhan perikanan (fishing port), jarak antara fishing ground (daerah penangkapan) dan pelabuhan, distribusi hasil tangkapan, jumlah kapal yang tersedia. Dari informasi ini dapat dilihat bahwa distribusi musiman daerah penangkapan, hasil tangkapan dan jumlah kapal penangkap akan menghasilkan informasi tentang jalur migrasi spesies cumi-cumi tersebut yaitu cenderung ke utara pada bulan Juni dan kembali ke selatan pada bulan November.

HUBUNGAN ANTARA FENOMENA ALAM DENGAN TEKNOLOGI INDERAJA
Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu, angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi, karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi pada porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu.
Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air.

TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK PERIKANAN
Dengan mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara 0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue) dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986; Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit. 



Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan. Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali. Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada. 
Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Setiap jenis ikan mempunyai suatu kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyaman hidupnya *ya mirip kayak manusia juga sih, namanya juga mahluk hidup. Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti suhu, makanan (chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa air (eddy), upwelling, dll. Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat klorofil-a 0.3 mg/m3 (Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004 dalam Zainuddin, 2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih bahagia hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004).
Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download pada situ http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah.


PENUTUP


Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Setiap jenis ikan mempunyai suatu kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyaman hidupnya *ya mirip kayak manusia juga sih, namanya juga mahluk hidup. Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti suhu, makanan (chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa air (eddy), upwelling, dll. Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat klorofil-a 0.3 mg/m3  sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih bahagia hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004). Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download pada situ http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah.



DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin, H. 2012. SIG Dalam Pembangunan Perikanan.  http://arsib.ubb.ac.id [1 April 2014].

Polovia, 2001. Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan. http://forum.upi.edu. [01 April 2014].

Zainuddin, M. 2004. Komponen SIG. http://regional.coremap.or.id.[01 April 2014].         









0 komentar:

Posting Komentar

.....

.....