APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM BIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN
Dosen Mata Kuliah :
Rusdi Leidonald SP, M.Sc
Oleh :
ALEXSANDER SEMBIRING
12030201025
Dosen Mata Kuliah :
Rusdi Leidonald SP, M.Sc
Oleh :
ALEXSANDER SEMBIRING
12030201025
SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatna penulis dapat menyelesaikan makalah blog ini. Adapun judul dari makalah ini adalah "Aplikasi Sistem Informasi Geografis Perairan". Makalah ini berisi tentang manfaat Sistem Informasi Geografis terhadap perikanan dan kelautan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasi kepada Bapak Rusdi Leidonald SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai refrensi dan pedoman bagi khalayak yang membutuhkan. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, April 2014
Penulis
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasi kepada Bapak Rusdi Leidonald SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi Sumberdaya Perairan yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai refrensi dan pedoman bagi khalayak yang membutuhkan. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, April 2014
Penulis
PENDAHULUAN
Secara prinsip tujuan pemrosesan data pada teknologi SIG yaitu
mempresentasikan : Input, Manipulasi, Pengelolaan, Query, Analysis, dan
Visualisasi) Apa yang tersaji pada sebuah peta, tidak lain
adalah data atau informasi tentang permukaan bumi. Namun demikian, suatu
peta juga dapat menggambarkan distribusi sosial ekonomi suatu
masyarakat, Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peta memuat atau
mengandung data yang mengacu bumi. Yang diacu tidak lain adalah
posisinya yaitu system koordinat bumi, baik yang menggunakan system
bujur/lintang atau system UTM (Universal Tranver Mercator). Teknologi
computer yang mampu menangani basis data dan menampilkan suatu gambar
(grafik), merupakan salah satu alternative yang dipilih untuk menyajikan
suatu peta. Sistem Informasi Geografi (SIG) tidak hanya dipandang
sebagai pemindahan peta konvensional kebentuk peta digital, sebab dengan
kemampuannya memanipulasi data, computer dengan SIG dapat menghasilkan
suatu informasi berharga yang lain yang diperoleh dari hasil analisis
yang diprogramkan padanya.
Mengapa menggunakan SIG, karena SIG
merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial yang
bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan
berharga bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahui
lokasi-lokasi penangkapan ikan. Pertanyaan yang sering dilontarkan para
nelayan adalah diamana lokasi penangkapan ikan yang baik, atau lokasi
mana yang paling banyak ikannya, dan kapan bias ditangkap dalam jumlah
yang berlimpah dan lain sebagainya ? Dengan mengetahui area dimana ikan
bisa tertangkap dalam jumlah yang besar tentu saja akan menghemat biaya
operasi penangkapan, waktu dan tenaga.
Salah satu alternative
yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan
penginderaan jauh (indraja) kelautan. Dengan teknologi inderaja
faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan
kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan
area yang luas. Faktor lingkungan tersebut antara lain dengan data suhu
permukaan laut atau Sea Surface Temperatuire (SST), tingkat
konsentrasi klorofil-a, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan
kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer. Analisis dengan SIG
akan memberikan tampilan secara geografis kecenderungan sebaran dari
faktor-faktor lingkungan yang disukai ikan yang akhirnya memberikan
gambaran daerah perkiraan penangkapan ikan. Ikan dengan mobilitasnya
yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini
karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu (Sumber
: Lokakarya Agenda Penelitian COREMAP II Kab Selayar, Dr Ir. Mukti
Zainudin, M.Sc).
Pada dasarnya setiap ikan mempunyai
kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyamanan hidupnya. Ikan
Tuna tergolong jenis scombrid yang sangat aktif dan umumnya menyebar di
perairan yang oseanik sampai ke perairan dekat pantai, territorial dan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu
perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies
tuna, kondisi hidrooseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE
Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan
bagian dan jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak
pada lintasan perbatasan perairan antara samodera Hindia dan samodera
Pasifik. Kelompok ikan tuna merupakan jenis kelompok ikan palagis besar,
yang secara komersial di bagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil.
Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye – thunnus
obesus), medidihang (yellowfin – Thunnus albacares), tuna albakora
(albacore – thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southem blue-fin
– thunnus maccoyii). Dan tuna abu-abu (longtail tuna – thunnus
tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack –
katsuwonus pelamis).(Sumber : Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Tuna, DKP RI). Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti
adanya peristiwa upwelling, dinamika pusaran (eddy) dan daerah front
gradient pertemuan dua masa air yang berbeda, baik itu Salinitas, suhu,
atau klorofil-a, Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan
pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan factor
lingkungan disekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh
indicator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Contohnya ikan
albacore tuna di laut utara pasifik cenderung terkonsentrasi pada
kisaran suhu 18,5 – 21,5 ºC, dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a
0,3 mg/m³ (polovia et al., 2001; Zainudin et al., 2004 dalam Zainudin,
2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (little/baby Tuna) lebih
nyaman hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 ºC (Leavestu dan
Hela, 1970 dalam Kusuma, 2004).
Keadaan-keadaan lingkungan yang
merupakan syarat kenyamanan hidup bagi ikan-ikan tersebut merupakan
suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan SIG. Data-data
lingkungan tersebut dapat diperoleh dari data penginderaan jauh seperti
SST/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penangkapan, batas pantai,
pasang surut bisa diperoleh dari survey lapangan dan peta dasar wilayah.
Selanjutnya output yang didapatkan dari indicator oseanografi yang
bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan
teknologi SIG. Data indicator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu
diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin
merespon bukan hanya pada suatu parameter lingkungan saja, tetapi
berbagai parameter yang saling berkaitan, dengan kombinasi SIG, inderaja
dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya
dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing
base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan
ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberikan gambaran solusi
tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak
ikan.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah system yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose) menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas (administrative) suatu wilayah atau Negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (sepatial distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah system yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose) menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas (administrative) suatu wilayah atau Negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (sepatial distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
Komponen
SIG
Komponen
utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam lima komponen utama yaitu
:
- Perangkat
keras (Hardware)
- Perangkat
Lunak (Software)
- Pemakai
(User)
- Data
- Metode
Untuk
mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat dua jenis
data, yaitu:
- Data spasial, yaitu data yang berkaitan
dengan aspek keruangan dan merupakan data yang menyajikan lokasi geografis
atau gambaran nyata suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya
direpresentasikan berupa grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital
dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image
(raster) yang memiliki nilai tertentu.
- Data non-spasial,
disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan keadaan atau
informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang ditunjukkan
oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem Informasi
Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam pendesainan peta
digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo Profesional 8.0.
MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis dan
pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini berfungsi
sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi,
menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.
Kesempatan
kali ini membahas Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan
Latar
Belakang
Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah
dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada
kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika
arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air
yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang
dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan
dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh
indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan
albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu
18.5-21.5oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3
(Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004, 2006). Selanjutnya
output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan
distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator
oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer
pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter
lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan
kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi
spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara
fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan
ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang
pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
Tujuan dilakukannya pembuatan aplikasi SIG dalam bidang
kelautan dan perikanan :
- Mengetahui
ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
- jumlah
yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
- Meminimalisir
usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM
yang besar, waktu dan tenaga nelayan
- mengetahui
area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Manfaat :
Salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik
adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja)
kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang
mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara
berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi di lingkungan :
- suhu
permukaan laut (SST),
- tingkat
konsentrasi klorofil-a,
- perbedaan
tinggi permukaan laut,
- arah
dan kecepatan arus dan tingkat produktifitas primer.
Di bawah ini disajikan salah satu contoh aplikasi
penggunaan SIG dan inderaja pada penangkapan ikan tuna di laut utara Pasific
(Gambar 1). Disini terlihat bahwa dua database (satelit dan perikanan
tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah penangkapan
ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu
suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS),
perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE)
(AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian
kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk ikan tuna; sedangkan parameter
yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang
berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan; sementara parameter yang ketiga
berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah yang subur seperti eddy dan
upwelling ; dan parameter terakhir berhubungan dengan indeks untuk melihat
daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin mempengaruhi distribusi ikan. Data
penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada peta yang ditunjukkan dengan tanda
panah) diplot pada peta lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit.
Sedangkan panel atau layer yang paling atas menunjukkan peta prediksi hasil
tangkapan.
Gambar 1 memberi informasi bahwa ikan tuna tertangkap
dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 35oLU dan 160oBT bersesuaian
dengan kondisi SST sekitar 20oC dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a
sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan tersebut berada pada posisi positif
anomaly permukaan laut (warna merah) yang bertepatan dengan kondisi EKE yang
relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan
dengan peluang yang tinggi (dikenal dengan istilah habitat hotspot) juga
menkonfirmasi daerah produktif tersebut. Setiap spesies ikan mempunyai
karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan cenderung menempati daerah
tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan pendekatan SIG
dan inderaja multi-layer tersebut.
Contoh lain aplikasi SIG di selatan pulau Hokkaido,
Jepang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Peta ini menunjukkan berbagai
informasi spasial yang bisa kita pahami tentang perikanan tangkap di sekitar
pulau tersebut, khususnya perikanan cumi-cumi. Disni peta SIG menggambarkan
dimana posisi pelabuhan perikanan (fishing port), jarak antara fishing
ground (daerah penangkapan) dan pelabuhan, distribusi hasil tangkapan,
jumlah kapal yang tersedia. Dari informasi ini dapat dilihat bahwa distribusi
musiman daerah penangkapan, hasil tangkapan dan jumlah kapal penangkap akan
menghasilkan informasi tentang jalur migrasi spesies cumi-cumi tersebut yaitu
cenderung ke utara pada bulan Juni dan kembali ke selatan pada bulan November.
HUBUNGAN
ANTARA FENOMENA ALAM DENGAN TEKNOLOGI INDERAJA
Dalam kaitannya dengan teknologi
inderaja, fenomena merambatnya (propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi
dari obyek-obyek di bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat
memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted maupun
menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi unsur utama
yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu, angkasa luar beserta
fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi, karakteristik planet-planet di
alam semesta maupun perputaran bumi pada porosnya membuat manusia menciptakan
satelit yang mengorbit di angkasa luar, sama seperti planet-planet di alam
tersebut. Kemudian untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan
perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang
diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan
(reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek
di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik
(optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit
sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing.
Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi
matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran
gelombang elektromagnetik tertentu.
Dalam perjalanannya, sebagian dari
energi ini akan dipantulkan oleh partikel debu maupun molekul air ataupun
mengalami refraksi (scattered radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara
sebagian dapat berinteraksi dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected
energy), diserap (absorbed energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain
(transmitted energy). Data yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai
nilai reflectance) ini yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke
stasiun bumi dan diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau
nilai digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape (CCT)
untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
Energi
elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya
sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi
tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral
respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam
sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral
sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya
data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di
permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air.
TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK PERIKANAN
Dengan mengacu pada fenomena alam
yang menunjukan adanya karakteristik obyek di bumi yang sangat spesifik dalam
merespond energi matahari (yang berada pada spektrum elektromagnetik), yang
antara lain ditunjukan pada gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak
mata (visible spectrum) untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva
reflectancenya pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang
berkisar antara 0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru
(visible blue) dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau
(visible green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata
merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986;
Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di
dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi
spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue)
mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat
menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak
mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih
pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru
(visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan
gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air
gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila
gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah
akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.
Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan. Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali. Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada.
Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan. Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali. Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada.
Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem
Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan
suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau
spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan
faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya
berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Setiap jenis ikan mempunyai suatu
kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyaman hidupnya *ya
mirip kayak manusia juga sih, namanya juga mahluk hidup.
Kriteria-kriteria lingkungan tersebut adalah seperti suhu, makanan
(chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa air (eddy), upwelling, dll.
Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara pasifik, ikan ini suka
hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat klorofil-a 0.3 mg/m3
(Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004 dalam Zainuddin, 2006),
sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih bahagia hidup
pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela, 1970
dalam Kusuma, 2004).
Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download pada situ http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah.
Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download pada situ http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah.
PENUTUP
Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem
Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu
gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot
perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor
lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan
tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Setiap jenis ikan mempunyai suatu
kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk kenyaman hidupnya *ya mirip kayak
manusia juga sih, namanya juga mahluk hidup. Kriteria-kriteria lingkungan
tersebut adalah seperti suhu, makanan (chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa
air (eddy), upwelling, dll. Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara
pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat
klorofil-a 0.3 mg/m3 sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih
bahagia hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela,
1970 dalam Kusuma, 2004). Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian
hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah
dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di
peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu
laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download
pada situ http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/browse.pl. sedangkan data-data
lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei
lapangan dan peta dasar wilayah.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasanuddin, H. 2012. SIG Dalam Pembangunan Perikanan. http://arsib.ubb.ac.id [1 April 2014].
Polovia, 2001. Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan. http://forum.upi.edu. [01 April 2014].
Polovia, 2001. Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan. http://forum.upi.edu. [01 April 2014].